Thursday, January 30, 2014

apa 4 tahap penyelesaian kasus pajak?

Q. tolong gan tqu

A. maksudnya kasus pajak ini gmn gan?
penggelapan pajak? pemerasan pajak? pemeriksaan pajak? atau sengketa pajak?

Dalam banyak kasus pemenuhan kewajiban perpajakan oleh wajib pajak..sering terjadi perdebatan antara wajib pajak (WP) dgn petugas pajak (fiskus)...
Perdebatan itu biasanya dimulai pada saat fiskus melakukan himbauan dan konseling pada WP...

Apabila saat konseling tersebut tetep tidak terjadi kesepahaman yg sama...maka case tersebut biasanya dilanjutkan dgn pemeriksaan pajak...

Atas hasil pemeriksaan tersebut pemeriksa menyampaikan pemberitahuan hasil pemeriksaan pajak kepada WP...
dan apabila WP masih belum sependapat, maka WP berhak melakukan sanggahan2 atas pemberitahuan tsb....
Apabila sanggahan tersebut diterima oleh fiskus..maka beberapa temuan yg dipermasalahkan akan dilakukan penyesuaian...sehingga permasalahan selesai....
Akan tetapi apabila sanggahan tersebut dianggap tidak memadai oleh fiskus..maka fiskus menolak sanggahan tsb dan mengeluarkan ketetapan pajak yg merupakan produk hukum atas tahun pajak yg diperiksa tersebut....
Dan apabila WP masih tidak setuju atas hasil ketetapan pajak tersebut...maka saat itu secara hukum terjadi sengketa pajak antara WP dgn fiskus...

sengketa pajak itu dapat diselesaikan oleh WP melalui proses keberatan sebagai tahapan pertama atas ketetapan pajak yg diterbitkan oleh fiskus....dan kalau tidak berhasil WP dapat melakukan upaya banding di Pengadilan Pajak atas keputusan keberatan tsb...
Dan apabila masih tidak puas,,,maka upaya terakhir WP dapat mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas keputusan Banding Pengadilan Pajak ke Mahkamah Agung (MA)...

gimana dg hukum pajak dalam islam?
Q. kalo qt gak bayar pajak, gak dosa kan
@La, kalo itu sh bukan pajak... tp termasuk jual beli

A. Pajak menurut istilah kontemporer adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan- dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.
Dalam ajaran Islam pajak sering diistilahkan dengan adh-Dharibah yang jamaânya adalah adh-Dharaib. Ulama â ulama dahulu menyebutnya juga dengan al Maks. Di sana ada istilah-istilah lain yang mirip dengan pajak atauadh-dharibah diantaranya adalah :

a. al-Jizyah ( upeti yang harus dibayarkan ahli kitab kepada pemerintahan Islam )
b. al-Kharaj( pajak bumi yang dimiliki oleh Negara )
c. al-Usyr (bea cukai bagi para pedagang non muslim yang masuk ke Negara Islam)

Pendapat Ulama Tentang Pajak
Kalau kita perhatikan istilah-istilah di atas, kita dapatkan bahwa pajak sebenarnya diwajibkan bagi orang-orang non muslim kepada pemerintahan Islam sebagai bayaran jaminan keamanan. Maka ketika pajak tersebut diwajibkan kepada kaum muslimin, para ulama berbeda pendapat di dalam menyikapinya.

Pendapat Pertama : menyatakan pajak tidak boleh sama sekali dibebankan kepada kaum muslimin, karena kaum muslimin sudah dibebani kewajiban zakat. Dan ini sesuai dengan hadist yang diriwayatkan dari Fatimah binti Qais, bahwa dia mendengar Rasulullah SAW bersabda :

ÙÙÙÙس٠ÙÙ٠اÙÙÙÙاÙÙ Ø­ÙÙÙ٠سÙÙÙ٠اÙزÙÙÙÙاةÙ

âTidak ada kewajiban dalam harta kecuali zakat. â ( HR Ibnu Majah, no 1779, meskipun di dalamnya ada rawi : Abu Hamzah ( Maimun ), menurut Ahmad bin Hanbal dia adalah dhaâif hadist, dan menurut Imam Bukhari : dia tidak cerdas )

Apalagi banyak dalil yang mengecam para pengambil pajak yang zhalim dan semena-mena, diantaranya adalah :

Pertama : Hadist Abdullah bin Buraidah dalam kisah seorang wanita Ghamidiyah yang berzina bahwasanya Rasulullah SAW bersabda :

â Demi dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya perempuan itu telah benar-benar bertaubat, sekiranya taubat (seperti) itu dilakukan oleh seorang penarik pajak, niscaya dosanya akan diampuni.â ( HR Muslim, no: 3208 )

Kedua : Hadist Uqbah bin âAmir, berkata saya mendengar Rasulullah saw bersabda :

ÙÙا ÙÙدÙØ®ÙÙ٠اÙÙجÙÙÙÙة٠صÙاحÙب٠ÙÙÙÙسÙ

â Tidak akan masuk surga orang yang mengambil pajak (secara zhalim).â ( HR Abu Daud, no : 2548, hadist ini dishahihkan oleh Imam al Hakim ) .

Dari beberapa dalil di atas, banyak para ulama yang menyamakan pajak yang dibebankan kepada kaum muslim secara zhalim dan semena-mena, sebagai perbuatan dosa besar, seperti yang dinyatakan Imam Ibnu Hazm di dalam Maratib al Ijmaâ, Imam Dzahabi di dalam bukunya Al-Kabair, Imam Ibnu Hajar al Haitami di dalam az- Zawajir âan Iqtirafi al Kabair, Syaikh Sidiq Hasan Khan di dalam ar-Raudah an-Nadiyah, Syaikh Syamsul al Haq Abadi di dalam Aun al-Maâbud dan lain-lainnya

Pendapat Kedua : menyatakan kebolehan mengambil pajak dari kaum muslimin, jika memang negara sangat membutuhkan dana, dan untuk menerapkan kebijaksanaan inipun harus terpenuhi dahulu beberapa syarat. Diantara ulama yang membolehkan pemerintahan Islam mengambil pajak dari kaum muslimin adalah Imam al Juwaini di Ghiyats al Umam hlm : 267, Imam Ghazali di dalam al-Mustasyfa : 1/303, Imam Syatibi di dalam al Iâtishom : 2/ 619.

Cara membayar pajak gimana?
Q. Wajar kalo belum tau...

A. ke kantor pajak,...
lalu


Setelah menghitung pajak yang harus dilunasi atau ketika tiba saat terutang angsuran pajak yang harus dibayar. Wajib Pajak (WP) haruslahberhati-hati. Jangan sampai batas waktu pembayaran pajak tersebut terlewati.

tergantung,.....

pajak apa yang mw dibayar

Setelah kamu memiliki NPWP, kewajiban yang harus dilaksanakan selanjutnya adalah membayar pajak sehubungan dengan Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai / Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPN &PPnBM). Pembayaran pajak tersebut dapat dilakukan di kantor pos atau bank persepsi. Untuk informasi detailnya Wajib Pajak dapat mengasksesnya di website Direktorat Jenderal Pajak http://www.pajak.go.id dengan mengklik Petunjuk â3Mâ Membayar.


Batas waktu pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atas Masa Pajak ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan batas waktu tidak melewati 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau Masa Pajak berakhir.


gitu aja setau sy..

smoga bermanfaat...

Pajak Pertambahan Nilai?
Q. ad yang tau sejarah PPN... ?????
Mohon bantuannya...... Mohon!

A. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ...>> adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Dalam bahasa Inggris, PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.
Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada pihak pedagang atau produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak yang disingkat PKP. Dalam perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP, dikenal istilah pajak keluaran dan pajak masukan. Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya, sedangkan pajak masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh, atau membuat produknya.
Indonesia menganut sistem tarif tunggal untuk PPN, yaitu sebesar 10 persen. Dasar hukum utama yang digunakan untuk penerapan PPN di Indonesia adalah Undang-Undang No. 8/1983 berikut revisinya, yaitu Undang-Undang No. 11/1994 dan Undang-Undang No. 18/2000.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)adalah pajak yang dikenakan atas :
a.Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
b.Impor Barang Kena Pajak;
c.Penyerahan JKPdi dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
d.Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
e.Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
f.Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
g. ekspor BarangKena Pajak tidak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
h. ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

Sejarah dan Konsep PPN
Aspek pertama, sejarah dan konsep PPN untuk produk pertanian. Konsep pengenaan PPn pada prinsipnya diberlakukan atas setiap pertambahan nilai dari barang/jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Dalam Bahasa Inggris, pajak ini disebut value added tax (VAT) atau goods and service tax (GST). PPN tergolong jenis pajak tidak langsung, yang artinya pemikul beban pajak dan penanggung jawab atas pembayaran pajak adalah hal yang berbeda. PPN mempunyai sifat obyektif, artinya pengenaan pajak didasarkan pada obyek pajak.
Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPn dan PPnBm sebagai aturan formal pertama untuk PPN, produk primer pertanian yang termasuk kebutuhan pokok, seperti beras, jagung, sagu, dan kedelai adalah jenis barang yang tidak dikenakan PPN. Aturan tersebut tetap dipertahankan pada peraturan perubahannya, yaitu UU Nomor 11 Tahun 1994 dan yang terakhir UU Nomor 18 Tahun 2000.
Berdasarkan sejarah, konsep, definisi dan karakteristik PPn, sudah sepantasnya produk primer pertanian digolongkan ke dalam jenis barang yang tidak dikenakan pajak. Sebab jika dikaji dari konsep dan definisinya, PPn diberlakukan atas setiap pertambahan nilai setiap barang/jasa. Sedangkan produk primer pertanian (termasuk peternakan dan perikanan), seperti beras, jagung, daging, telur, susu, dan ikan adalah barang/produk yang belum mengalami pertambahan nilai karena merupakan hasil langsung dari budidaya pertanian/peternakan/perikanan. Produk tersebut mengalami pertambahan nilai jika sudah mengalami pengolahan, seperti beras jika sudah diolah menjadi tepung beras, daging jika sudah diolah menjadi kornet, nugget dan produk-produk turunan lainnya. Jadi, yang lebih tepat dikenai PPN adalah produk-produk olahan dari produk primer pertanian.
Adapun jika dianalisis dari sisi sejarah dan aturan, Indonesia sudah benar memposisikan sebagian produk primer pertanian yang termasuk barang kebutuhan pokok (beras, jagung, sagu dan kedelai) sebagai barang bebas PPN. Walaupun seharusnya Indonesia mengikuti langkah negara-negara yang maju sektor pertaniannya, seperti Uni Eropa, telah membebaskan seluruh produk primer pertaniannya dari PPN, bahkan mereka juga memberikan subsidi.
Karakteristik PPN yang menempatkan obyek pajak sebagai dasar pengenaan pajak, seharusnya tidak membeda-bedakan pengenaan pajak antara badan usaha/perusahaan dengan petani. Sebab, dasar pengenaan PPN adalah obyek pajak, berarti pengenaannya pada barang/jasa yaitu produk pertanian, bukan pada perusahaan atau petani yang statusnya sebagai subyek.

Apakah pengertian pajak?
Q. Macam pajak

A. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang âsehingga dapat dipaksakanâ dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.

Di tinjau dari segi Lembaga Pemungut Pajak dapat di bagi menjadi dua jenis yaitu:

Pajak Negara

Sering disebut juga Pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat yang terdiri dari:
Pajak Penghasilan

Diatur dalam UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang diubah terakhir kali dengan UU Nomor 36 Tahun 2008 Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Diatur dalam UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang diubah terakhir kali dengan UU No. 42 Tahun 2009 Bea Materai
UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai Bea Masuk
UU No. 10 Tahun 1995 jo. UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan Cukai
UU No. 11 Tahun 1995 jo. UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai




Powered by Yahoo! Answers

No comments:

Post a Comment